BAB I
PENDAHULUAN
A.
HUKUM
EKONOMI ISLAM
Ekonomi Islam adalah sebuah sistem
ilmu pengetahuan yang menyoroti masalah perekonomian, sama seperti konsep
ekonomi konvensional lainnya. Hanya, dalam system ekonomi ini, nilai-nilai
Islam menjadi landasan dan dasar dalam setiap aktivitasnya. Berbeda dari
kapitalisme karena Islam menentang eksploitasi oleh pemilik modal terhadap
buruh yang miskin dan melarang penumpukan harta kekayaan. Selain itu, ekonomi
dalam kacamata Islam merupakan tuntutan kehidupan sekaligus anjuran yang
memiliki dimensi ibadah.
Jika diurai, ekonomi Islam ini
berasal dari ajaran yang terdapat dalam Al Qur’an. Para ahli ekonomi Islamlah
yang kemudian menerjemahkan dan menciptakan aplikasinya bagi kehidupan
masyarakat. Beberapa tokoh ekonomi Islam diantaranya adalah Abu Yusuf
(731-798). Abu Yusuf adalah seorang tokoh ekonomi di bidang keuangan umum
dengan menghasilkan gagasan tentang peranan negara, pekerjaan umum dan
perkembangan pertanian yang masih berlaku hingga sekarang.
Tokoh ekonomi Islam lainnya adalah
Ibn Taimiya yang memaparkan tentang konsep harga ekuivalen. Tusi (1201-1274),
mengembangkan gagasan tentang pentingnya nilai pertukaran, pembagian kerja dan
kesejahteraan rakyat. Dan yang paling terkenal, Ibnu Khaldun yang ditasbihkan
sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan Sosial dunia, memberikan definisi tentang ilmu
ekonomi yang lebih luas.
Sebuah ilmu tentu memiliki
landasan hukum agar bisa dinyatakan sebagai sebuah bagian dari konsep
pengetahuan, demikian pula dengan ekonomi Islam. Ada beberapa dasar hukum yang
menjadi landasan pemikiran dan penentuak konsep ekonomi Islam.
Beberapa dasar hukum Islam
tersebut diantaranya adalah:
a)
Al Qur’an. Ini merupakan dasar hukum utama konsep
ekonomi Islam, karena Al Qur’an merupakan ilmu pengetahuan yang berasal langsung
dari Allah. Beberapa ayat dalam Al Qur’an merujuk pada perintah manusia untuk
mengembangkan sistem ekonomi yang bersumber pada hukum Islam. Diantaranya
terdapat pada QS. Fuksilat: 42, QS. Az Zumar: 27 dan QS. Al Hasy: 22.
b)
Hadist dan Sunnah. Pengertian hadist dan sunnah
adalah sebuah perilaku Nabi yang tidak diwajibkan dilakukan manusia, namun
apabila mengerjakan apa yang dilakukan Nabi Muhammad, maka manusia akan
mendapatkan pahala.
c)
Ijma’. Yaitu sebuah prinsip hukum baru yang timbul
sebagai akibat adanya perkembangan zaman. Ijma’ adalah konsensus baik dari
masyarakat maupun cendekiawan agama, dengan berdasar pada Al Qur’an sebagai
sumber hukum utama.
d)
Ijtihad dan Qiyas. Merupakan sebuah aktivitas dari
para ahli agama untuk memecahkan masalah yang muncul di masyarakat, dimana
masalah tersebut tidak secara rinci dalam hukum Islam.
B.
HUKUM
EKONOMI
Pemerintahan
di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum
yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi
tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat
dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan
sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah
terhadap pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu
mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan
pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan
masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan. Untuk itu diperlukan
koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan
perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas
bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan
menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah. Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga
melibatkan media massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan
informasi mengenai keberadaan peraturan maupun
kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada
tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap
perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya
tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai
kesejahteraan.
C.
HUKUM
EKONOMI INTERNASIONAL
Dalam
hukum ekonomi internasional pembahasan tentang aspek hak asasi manusianya masih
sangat minimal. Padahal perlindungan hak ekonomi ini sangat penting, mengingat
individu merupakan tujuan terakhir dari fungsi hukum internasional. Pendekatan
dalam hukum ekonomi internasional yang cenderung berbicara pada kebijakan
(policy) negara di bidang ekonomi semakin mengurangi perhatian masyarakat
internasional kepada hak-hak individu.
Dengan
adanya instrumen hukum HAM internasional yang mengatur hak individu atas hak
ekonomi membuktikan bagaimana pentingnya hukum ekonomi internasional untuk
memasukkan HAM didalamnya. Pendekatan yang selama ini digunakan dalam hukum
ekonomi internasional harus mulai berubah. Fokus yang diberikan tidak saja
mengurusi masalah hak dan kewajiban negara, perusahaan-perusahaan internasional
(MNC), namun juga harus berpihak pada kesejahteraan dan kemakmuran individu. Keengganan
masyarakat internasional untuk memasukkan perlindungan hak asasi manusia (hak
individu) dalam hukum ekonomi internasional dikarenakan faktor bahwa individu
merupakan subjek terbatas dalam hukum internasional. Meskipun demikian harus
dilihat bahwa hukum internasional pada akhirnya akan bermuara pada individu
sebagai entitas yang berada dibalik negara yang dianggap sebagai subjek hukum
internasional yang par-excellent.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar