Selasa, 24 Maret 2015

SKRIPSI EFEKTIFITAS FIKSASI

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Laboratorium Kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksnakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat.
Dalam menentukan suatu penyakit atau diagnosis, membantu menegakkan diagnosis, mengendalikan penyakit, memonitoring pengobatan dan mengikuti jalannya suatu penyakit, di perlukan  pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan specimen yang diambil langsung dari pasien.
Pemeriksaan Bakteriologi merupakan salah satu pemeriksaan laboratorium yang digunakan sebagai penunjang diagnosa yang berkaitan dengan terapi dan prognosis. Untuk mendapatkan diagnosis yang tepat diperlukan hasil pemeriksaan yang teliti, akurat dan cepat. Salah satunya adalah pemeriksaan BTA atau Basil Tahan Asam.
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat baik itu di Indonesia maupaun diberbagai belahan dunia. Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis.
Penyakit Tuberkulosis (TB) paruh adalah suatu penyakit menular kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB paru menyerang paru, tetapi dapat pula menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui salauran penapasan ke dalam paru, kemudian kuman tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya. Mycobacterium Tuberculosis sangat mudah menular pada orang lain karena penularannya melalui udara yang tercemar dengan kuman Mycobacterium Tuberculosis yang dilepaskan penderita TB paru pada saat batuk dalam bentuk droplet infection (Masriady, 2012).
Word Health Organisation (WHO) melaporkan adanya 4 juta orang meninggal akibat TB tiap tahunnya dan diperkirakan 8000 orang tiap harinya. Tiap tahun ada 10 juta penderita TB baru dan 75% kasus kematian dan kesakitan. Di masyarakat di derita oleh orang-orang pada umur produktif yaitu umur 15 sampai 54 tahun. Di Negara-negara miskin kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Daerah Asia Tenggara menanggung bagian yang terberat dalam beban TB global yakni sekitar 38% dari kasus TB dunia (Depkes RI, 2007).
Saat ini Indonesia menempati urutan ke tiga di dunia dari segi jumlah penderita Tuberculosis baru per tahun. Nomor satu India dengan 915.000 kasus Tuberculosis baru per tahun, nomor dua China 695.000 kasus Tuberculosis paru per tahun. Di Indonesia, diperkirakan setiap 4 menit 1 orang meninggal dunia karena menderita penyakit TB (Messawati, ED. Selasa, 1 April 2008).
Di Indonesia angka insidensi sebesar 107 per 100 ribu penduduk dan angka prevalensi juga Iumayan besar yaitu 160 per 100 ribu penduduk. Dalam penaggulangan TB di Indonesia dipakai pemeriksaan sputum penderita yang dicurigai dengan tanda 3B (bukan batuk biasa). Semua penderita harus diperiksa 3 spesimen dahak yaitu, dahak sewaktu, dahak pagi, dan dahak sewaktu dengan pemeriksaan mikroskop menggunakan pewarnaan Ziehl Neelsen. (Anonim, 2009).
Dalam penanggulanagan TB, diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara langsung. Dan diagnosis TB paru yang digunakan secara rutin di Laboratorium klinik, Rumah sakit dan Puskesmas adalah diagnosis secara bakteriologis dengan tekhnik mikroskopik terhadap Basil Tahan Asam (BTA) pada sediaan dahak. Kini secara luas digunakan tekhnik pewarnaan Ziehl Neelsen atau Kinyoun Gabbet untuk mengidentifikasi BTA menggunakan mikroskop. Pada pewarnaan BTA preparat di fiksasi terlebih dahulu diatas nyala api lampu spiritus, pada pewarnaan BTA Carbol Fuchsin berfungsi untuk memberikan warna merah dan setelah itu di lakukan pemanasan sebanyak 3 kali sampai keluar asap jangan sampai mendidih dan diamkan selama 5 menit (Gani A, 2003).
Kabupaten Pangkep yang berpenduduk sekitar 325.239 jiwa adalah salah satu  daerah yang memiliki kasus penderita Tuberculosis di Sulawesi selatan (Sulsel) yakni pada tahun 2010 tercatat 336 orang penderita dengan angka kesembuhan 96%,pada tahun 2011, tercatat 345 orang penderita denganangka kesembuhan 97%, dan pada tahun 2012 tercatat  385 orang penderita dengan angka kesembuhan 97%.Penderita.Tuberculosisdi Kabupaten Pangkep ini tersebar di 13 kecamatan. Penemuan Penderita Tuberculosis di Kabupaten Pangkep  mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir, dengan angka penemuan yang berbeda-beda. ( data Primer 2012).
Kecamatan Minasatene adalah salah satu kecamatan dalam wilayah Kabupaten pangkep dengan jumlah penduduk 25.953 jiwa dan  memiliki Kasus penderita TuberculosisBTA(+) yaitu pada tahun 2010 tercatat 34 orang penderita dengan BTA (+), pada tahun 2011 tercatat 30 orang penderita dengan BTA (+), pada tahun 2012 tercatat 34 penderita dengan BTA (+).(data Primer 2012).
Diagnosis tuberkulosis dengan sputum memiliki spesifitas dan tingkat kepercayaan yang tinggi, tetapi memiliki sensitivitas yang rendah. Suatu program pengendalian tuberkulosis dilakukan dengan beban kerja yang padat, ada kecenderungan terdapat kasus BTA positif (+) yang tidak terdeteksi. Untukmeningkatkan sensitivitas pemeriksaan mikroskopik, perlu memperhatikan faktor-faktor tekhnis yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, salah satunya adalahfiksasi terhadap preparatsputum BTA. Fiksasi  dilakukan dengan tujuanmelekatkan sel bakteri pada obyek glass sehingga pada pewarnaan dengan metode Ziehl Neelsen tidak muda lepas saat pembilasan. Dengan fiksasi yang baik, benar dan waktu yang tepat dapat meningkatkan sensitivitas pemeriksaan mikroskopis. (Pemeriksaan Mikroskopis Tuberkulosis Depkes RI 2007).
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dangan membandingkan hasil pemeriksaan basil tahan asam pada preparat sputum BTA Positif dengan lama waktu fiksasi yang berbeda.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “apakah ada pengaruh lama fiksasi preparat terhadap  hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) metode Ziehl Neelsen (ZN).

C.    Tujuan Penelitian
1.    Tujuan umum
Untuk mengetahui apa pengaruh lama waktu fiksasi preparat terhadap hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) dengan metode Ziehl Neelsen (ZN).



2.    Tujuan khusus
Untuk menentukan efektifitas lama waktu fiksasi preparat terhadap hasil pemeriksaan Basil Tahan Asam (BTA) metode Ziehl Neelsen (ZN).

D.    Manfaat penelitian
1.    Teknisi
Memberikan sumbangsi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta pentingnya diagnosa terhadap penyakit TBC, dalam rangka pencegahan dan pengendalian penyakit TBC.
2.    Fakultas
Sebagai sumbangsi ilmiah untuk almamater program D-IV Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Makassar.
3.    Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi masyarakat tentang bahayanya penyakit Tuberkulolis.
4.    Peneliti
Sebagai wahana penulis untuk mengembangkan dan memperdalam penelitian kesehatan khususnya dalam diagnosis tuberkulosis paru.

                    BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Mycobacterium Tuberculosis
1.    Tinjauan Mycobacterium Tuberculosis
MycobacteriumTuberculosis tarmasuk di dalam family Mycobacteriaceae dan ordo Actinomycetales. Di dalam family Mycobacteriaceaeini hanya terdapat satu genus yaitu Mycobacterium yang terdiri dari beberapa spesies baik saprofitmaupun patogen (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya,2003).
Mycobacterium Tuberculosis pertama kali ditemukan oleh Robert Koch 1882 sebagai penyebab penyakit Tuberculosis yang pada umumnya menginfeksi paru-paru (Tuberculosis paru) tetapi dapat pula menginfeksi organ tubuh lainnya (Tuberculosis ekstra paru) misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung, kelenjar limfe, tulang/persendihan, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan lain-lain (Gani A,2003).
Kuman penyebab tuberkulosis berbentuk batang ramping lurus atau sedikit bengkok dengan kedua ujungnya membulat. Koloninya yang kering tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal. Diketahui bahwa pH optimal untuk pertumbuhan adalah antara 6,8 - 8,0. Untuk memelihara virulensinya harus untuk merangsang pertumbuhannya dibutuhkan karbondioksida dengan kadar 5 – 10%. Umumnya koloni baru nampak setelah kultur berumur 14 – 28 hari, tetapi biasanya harus ditunggu sampai berumur 8 minggu. (Misnadiarly, 2006).


Gambar 2.1. Kuman Mycobacterium Tuberculosis

Kuman golongan ini agak sulit untuk diwarnai, tetapi sekali berhasil diwarnai, sulit untuk dihapus dengan zat asam oleh karena itu disebut juga sebagai basil tahan asam (BTA). Sifat tahan asam Mycobacterium adalah karena sifat dinding sel yang tebal yang terdiri dari lapisan him dan lemak yang serta asam lemak mikolat. Mycobacterium tidak dapat diwarnai dengan cara Gram, tetapi kalau berhasil maka hasilnya adalah positoif Gram. Dibandingkan dengan kuman lainnya, golongan Mycobacterium tahan terhadap asam dan alkali sehingga apabila bahan spesimen mengandung kuman lain mudah dapat dibunuh sehingga spesimen menjadi lebih murni. Tetapi harus diperhatikan kepekatan zat asam dan alkali karena terlalu pekat juga dapat membunuh Mycobacterium (Staf Pengajar FK Ul,1994).
Bakteri ini berbentuk batang langsing, lurus atau sedikit bengkok dengan ujung tumpul. Panjangnya antara 1-4 m dan lebar antara 0,2-0,5 m. pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop elektron, tampak dinding sel juga membran plasmanya terdiri atas tiga lapisan. Dinding sel tersebut tersusun dari bahan seperti him (wax), yang apabila dilakukan elektroforesis terdiri atas fraksi A, B, C, dan D. Di bawah lapisan him tersebut terdapat membran sitoplasma yang bersifat permeabel. Dinding sel Mycobacterium Tuberculosis juga tersusun dan peptinoglikan yang berikatan secara kovalen dengan arabinogalaktan-mikolat (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya,2003).
Kuman ini dapat tahan terhadap udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dan sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan Tuberculosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal tekanan oksigen pada bagian apical paw-paw lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi penyakit Tuberculosis (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2001).

B.    Tinjauan Umum Tuberkulosis
1.    Defenisi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular kronik yangdisebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman TB paru menyerang paru, tetapi dapat juga menyerang organ tubuh lainnya. Kuman tersebut biasanya masuk kedalam tubuh manusia melalui udara lewatsaluran pernafasan kedalam paru. Kuman tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistim peredaran darah, saluran limfe, melalui saluran nafas bronkus atau menyerang langsung ke bagian tubuh Iainnya. Penyakit TB paru dapat menyerang semua kelompok umur. (Idris, 2002).
2.    Patogenesis tuberculosis
Alur masuknya kuman Mycobacterium Tuberculosis dalam tubuh adalah kuman masuk lewat saluran pernafasan dengan ukuran yang sangat kecil (1-2 m atau lebih kecil) untuk dapat mencapai saluran pernafasan paling bawah sehingga dapat menyebabkan kerusakan jaringan. Droplet infection yang lebih banyak dihalau oleh saluran nafas bagian bawah melalui pertahanan fisik. Epitel saluran nafas mempunyai resistensi yang tertinggi terhadap infeksi Mycobacterium Tuberculosis. Mycobacterium Tuberculosis yang virulen mempunyai sifat sitotoksik terhadap sel alveolar tupeIL. (Masriadi, 2012).
3.    Klasifikasi Tuberkulosis
Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberkolosis. Di Indonesia klasifikasi yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis.
a.    Tuberculosis paru.
b.    Bekas Tuberculosis paru
c.    Tuberculosis paru tersangka, yang terbagi dalam:
1)    Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Disini sputum BTA negative, tetapi tanda-tanda lain positif.
2)    Tuberkulosis tersangka yang tidak diobati. Disini sputum BTA negative dan tanda-tanda lain juga meragukan. Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus dipastikan apakah termasuk TB paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:
a)    Status bakteriologi:
i.    Mikroskopis sputum BTA (langsung).
ii.    Biakan sputum BTA.
b)    Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberkulosis paru.
c)    Status kometerapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberculosis.
WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yakni :
a.    Kategori I, ditunjukan terhadap:
1)    Kasus baru dengan sputum positif.
2)    Kasus baru dengan bentuk TB berat.
b.    Kategori II, ditunjukkan terhadap:
1)    Kasus kambuh
2)    Kasus gagal dengan sputum BTA positif
c.    Kategori Ill, ditunjukan terhadap:
1)    Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas.
2)    Kasus TB ekstra paru selain dan yang disebut dalam kategori I.
d.    Kategori IV, ditunjukan terhadap TB kronik (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2001).
Berdasarkan kiasifikasi penyakit:
a.    Tuberkulosis Paru
Tuberkulosis paru adalah Tuberculosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi dalam:

1)    Tuberculosis Paw BTA Positif.
a)    Sekurang kurangnya 2 dan 3 spesimen SPS hasilnya BTA positif.
b)    Spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran Tuberculosis aktif.
2)    Tuberculosis Paru BTA Negatif
Pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya menunjukkan BTA negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
b.    Tuberculosis Ekstra Paru
Tuberculosis yang menyerang paru, misalnya pleura, set paut (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, organ tubuh lain selain otak, selaput jentung persendian, kulit, usus, dan lain-lain. TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
1)    TB Ekstra Paru Ringan. Misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuati tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
2)    TB Ekstra Paru Berat, Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peroitonitis, pleuritis eksudativa duplex, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin. (Depkes RI, 2002).

4.    Cara Penularan
Pada waktu batuk atau bersin, penderita penyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke datam saluran pernafasan (RS. Prof Dr. Sulianti Saroso, 2007). Cara lain yang dikemukakan adalah, bahwa dahak yang dibatukkan dengan mengandung kuman-kuman tuberkulosis, jatuh terlebih dahulu ke tanah, mengering, dan debu yang mengandung Mycobacterium Tuberkulosis akan beterbangan, kemudian di hirup masuk kedalam paru orang sehat.
Selama kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melaluipernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh Iainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran Iangsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya, makin tinggi derajat positifnya. hasilpemeriksaan sputum negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (RS. Prof Dr. Sulianti Saroso, 2007).
5.    Resiko Penularan
Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberkulosis Infection=ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-2% pada daerah dengan ARTI sebesar 1%, berarti setiap tahun antara 1000 penduduk 10 orang akan terinfeksi sebagian besar dan orang yang terinfeksi TB, hanya 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB.
Dari keterangan tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa daerah ARTI 1%, maka antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita Tuberkulosis setiap tahun, dimana 50% penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS (RS. Prof Dr. SuliantiSaroso, 2007).
6.    Faktor virulensi
Sampai Saat ini masih belum diketahui secara pasti struktur dariMycobacteriumTuberculosis yang berperan dalam timbulnya penyakit, sebab diketahui bahwa bakteri tersebut tidak memproduksi eksotoksin dan endotoksin. Tetapi ada beberapa hal tertentu yang diduga berhubungan dengan virulensi atau patogenitas bakteri, misalnya:
a.    Cord formation
M. Tuberculosis dan M. bovis yang virulen bila dibiarkan pada media cair yang mengandung gliserol akan terbentuk serpentine cord, yang akan tampak seperti benang-benang yang menjulur kebawah dari permukaan ke dasar tabung dan sebagian mengendap di dasar tabung. Sebaliknya, genus yang avirulen tidak menunjukkan adanya pembentukan sampertine cord bila kuman tersebut ditanam pada media yang sama.
b.    Tes merah netral
Kolono baktreri yang virulen dapat mengikat bahan warna merah netral, sedang bakteri yang avirulen kehilangan kemampuannya untuk mengikat bahan warna tersebut.
c.    Migrasi sel Neutrophil polimorfonukulear (PMN)
MycobacteriumTuberculosis yang virulen dapat menghambat pergerakan sel leukosit PMN, sebaliknya bakteri yang avirulen tidak.
d.    Tes niasin
Tes ini berguna untuk membedakan antara Mycobacterium Tuberculosis dengan Mycobacteriumsp yang lain. Mycobacterium Tuberculosis memproduksi niasin, sedang yang lain tidak. Niasin ini dapat dideteksi dengan melarutkan koloni bakteri Mycobacterium Tuberculosis pada larutan cynogens bromide, yang kemudian ditambah aniline sebagai indikator. Dengan reaksi ini bakteri yang memproduksi niasin akan memberikan fluorosensi berwarna hijau.
e.    Produksi katalase
Katalase diproduksi oleh semua genus Mycobacterium, kecuali beberapa genusnya resisten terhadap jenis Isonikotinil hidrazid (INH). Didapatkan hubungan antara hilangnya kemampuan berproduksi katalase dengari hilangnya sifat virulensi pada genus yang resisten terhadap INH. (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya,2003)
7.    Riwayat Terjadinya Tuberculosis
a.    lnfeksi primer
Saat tetesan kecil yang mengandung TB hidup, kuman tersebut akan dibawah melalui saluran pernapasan ke daerah dekat dibawah permukaan paru. Di tempat tersebut TB menetap dan berkembang biak secara perlahan-lahan. Bersamaan dengan itu, sebagian kuman akan dibawah melalui cairan getah bening yang terletak disamping bronkus. Dikedua tempat tersebut, kuman akan menimbulakan reaksi tubuh, dan sel-sel kekebalan tubuh akan berkumpul. Dalam waktu 4-8 minggu, akan muncul daerah kecil di tengah-tengah poros tersebut dimana terdapat jaringan tubuh yang mati (perkejuan) yang dikelilingi sel-sel kekebalan tubuh yang makin membesar (Jhon Crofton, 2002). Komleks primer ini selanjutnya dapat menjadi:
1)    Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat
2)    Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic, klasifikasi dihilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya > 5 mm dan ± 10 % diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3)    Berkomplikasi dan menyebar secara:
a)    Per kontinuitatum, yakni menyebar ke sekitarnya.
b)    Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru disebelahnya
c)    .Secara limfogen, ke organ tubuh lainnya.
d)    Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.
b.    Tuberculosis Paska Primer (Post Primer)
Tuberculosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian Tuberculosis pasca primer biasanya pada umur 15-40 tahun yang dikenal sebagai umur produktif, bisanya terjadi karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV (Human Immunodeticiency Virus) atau status gizi yang buruk (RS. Prof Dr.Sulianti Saroso, 2007).
Tuberkulosis post-primer ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau inferior). tnvasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke notus hiler paru. Sarang dm1 ini mula-mula juga berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel Histosiosit dan sel Datia-Langhans (sel besar dengan banyak initi) yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan bermacam-macam jaringan ikat. Secara keseluruhan akan terdapat 3 macam sarang yakni:
1)    Sarang yang sudah sembuh.
2)    Sarang aktif esksudatif. Sarang bentuk ini perlu pengobatan yang Iengkap dan sempurna.
3)    Sarang yang berbeda antara aktif sembuh. Sarang bentuk ini dapat sembuh spontan, tetapi mengingat kemungkinan eksaserbasi kembali, diberi pengobatan yang sempuma juga. (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam lndonesia,2001).
8.    Gejala Klinis Tuberkulosis
Keluhan batuk-batuk yang berkepanjangan yang mengeluarkan dahak berwarna kekuningan, kadang-kadang bercampur darah, kadang-kadang bentuk darah, lelah, demam, kehilangan nafsu makan, berat badan turun, dapat timbul bersama-sama atau sendiri-sendiri pada penderita dewasa  atau muda. Gejala-gejala tersebut berlangsung dalam beberapa minggu, malahan berbulan-bulan, tetapi kadang-kadang (terutama pada usia lanjut) tak terdapat keluhan sama sekali walaupun dahaknya menular.
Kadang-kadang penyakit ini mulai dengan gejala-gejala yang tidak umum timbul nodus yang kemerahan pada kulit disekitar mata kaki dengan rasa sakit (erythema nodusum) atau kombinasi demam, sesak nafas dan nyeri dada pada waktu tarik nafas. Keadaan ini ditemukan pada orang dewasa muda (pleuritis eksudatif). Sering salah seorang anggota tersebut sudah menderita penyakit ini (Sibuea W. Herdin dkk,1992).
9.    Epidemologi
Sumber infeksi yang paling sering adalah eskresi manusia, khususnya dari saluran respirasi, sejumlah besar basil tuberkel. Kontak tertutup dan pemaparan massif (personal rumah sakit) membuat transmisi dengan droplet nucleus yang paling mirip.Kerentanan terhadap tuberculosis merupakan fungsi resiko infeksi dan penyakit klinis setelah infeksi itu terjadi.
10.    Pencegahan
Yang menjadi sumber penyebaran TB adalah penderita TB. Hal yang paling efektif adalah mengurangi penderita TB. Ada 2 cara yang dilakukan pada saat ini dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi. Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada 3 tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan pengawasan langsung.
Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit TB. Faksin, yang dikenal dengan nama BCG (Baciluss calmette guerin) terbuat dari bakteri mycobacteria tuberculosis strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TB pada sapi tapi tidak pada manusia. Faksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan. BCG tidak dapat mencegah serangan TB namun memberikan perlindungan kepada anak pada bagian vital lain seperti otak (meningitis tuberkulosis) yang dapat berakibat buruk pada perkembangan otak anak dan bisa menyebabkan kematian.
Pencegahan imunitas yang diberikan dengan BCG perlu dilakukan setelah periode waktu tertentu (3 - 5 tahun) sebab kekuatan vaksin dapat menghilang. Perawatan bagi TB aktif dan TB pasif walaupun menggunakan obat anti tuberkulosis (OAT) yang sama namun periode perawatannya berbeda.
Penderita TB pasif (infeksi TB) cukup diberi perawatan dalam waktu 6 bulan yang dikenal dengan perawatan pencegahan. Sedangkan penderita TB aktif (penyakit TB) memerlukan waktu 6-9 bulan dan isolasi mungkin diperlukan ketika dianggap menular. Perawatan dalam kedua keadaan itu disertai dengan konsumsi makanan bergizi, istirahat yang cukup dan mengikuti saran-saran dokter.
Karena pengobatan ini memerlukan waktu yang lama dan obat-obatan yang diminum juga banyak. Maka faktor kebutuhan penderita minum obat sangat diperlukan untuk mencegah kegagalan terapi atau resistensi. Dalam DOTS ada seorang yang akan mengawasi serta mengingatkan penderita minum OAT yang disebut dengan pengawas minum obat (PMO). Biasanya PMO ini berasal dari kerabat dekat penderita. Dengan menggunakan strategi DOTS proses penyembuhan TB dapat secara cepat dan tepat (PUSTEKOM, 2005).

C.    Tinjauan Umum Sputum
Sputum atau dahak adalah bahan yang dikeluarkan dari saluran pernafasan bagian bawah (trakea, bronkus, saluran dalam paru) bersama dengan batuk, yang berasal dan tenggorokan berupa cairan lendir yang kental dan dikeluarkan melalui mulut.
Sputum terbaik untuk diperiksa adalah sputum pagi hari, karena paling banyak mengandung Mikobakteria dibandingkan dengan sputum pada saat-saat lain. Untuk memperbesar kemunkinan penemuan Mikobakteria, pada penderita diminta untuk mengirimkan sputum pagi hari selama 3 hari berturut-turut. (Misnadiarly, 2006).


Gambar. 2.2. Sputum bercampur darah
Gambaran sputum seperti warna dan konsistensinya dapat membantu diagnosis, Diantaranya:
1.    Sputum digambarkan apabila sputum berwarna hijau menunjukkan adanya penimbunan nanah, tetapi makin siang sputum ini akan berwarna kuning, kemungkinan disebabkan karena penimbunan sputum yang purulen di malam hari.
2.    Sputum yang banyak sekali, purulen dan berwarna kecoklatan biasanya disebabkan oleh abses paruh.
3.    Sputum yang berwarna kekuning-kuningan menunjukkan adanya infeksi.
4.    Sputum yang berwarna merah mudah dan berbusah merupakan tanda dari edema paru-paru akut.
5.    Sputum yang berlendir, lekatdan berwarna abu-abu atau putih merupakan tanda bronchitis kronik.
6.    Sputum yang berbau busuk menandakan tanda abses paru-paru dan bau ini dapat tercium pada udara napas pasien.

D.    Tinjauan Tentang Diagnosis Laboratorium
Sebagai bahan pemeriksaan, dapat berupa sputum (dahak), urin, cairan pleura, cairan serebrospinalis, cairan peritoneum, cairan bilas lambung, dan biopsy jaringan (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya,2003). Pemeriksaan yang dikerjakan:


1.    Pemeriksaan Iangsung (mikroskopis)
Pemeriksaan dahak secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, dan hampirsemua unit laboratorim dapat melaksanakan. Pemeriksaan 3spesimen sputum sewaktu pagi sewaktu (SPS) secara mikroskopislangsung nilainya identik dengan pemeriksaan sputum secara kulturatau biakan (Depkes RI, 2002).
Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS)
a.    Sewaktu / spot (sputum sewaktu saat kunjungan)
b.    Pagi (keesokan harinya)
c.    Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan sputum pagi)
Untuk memperoleh kualitas sputum yang baik, petugas laboratorium harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1)    Member penjelasan mengenai pentingnya pemeriksaan sputum, baik pemeriksaan sputum pertama maupun pemeriksaan sputum ulang.
2)    Member penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan sputum yang kental dan purulen.
3)    Memeriksa kekentalan, warna dan volume sputum. Sputum yang baik untuk pemeriksaan adalah berwarna kuning kehijau-hijauan (mukopurulen), kental dengan volume 3-5 ml.
4)    Jika tidak ada sputum yang keluar, pot sputum sudah dianggap terpakai dan harus dimusnahkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi kuman TB. (Depkes RI, 2002).
Bahan pemeriksaan/specimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada pasilitas, specimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).
Bahan pemeriksaan dibuat apusan pada gelas objek. Selanjutnya diwarnai tahan asam menurut cara Ziehl-Neelsen, atau Tan Thiam Hok selanjutnya, dilihat dibawah mikroskop dengan pembesaran 100 x menggunakan oil imersi. Laporan hasil pemeriksaan harus menyebutkan perkiraan kiman tahan asam yang diketemukan. Cara pelaporan dan pemeriksaan Iangsung yang direkomendasikan oleh International Union AgainstTuberculosis (IUAT) dapat dilihat pada tabel 2.1.







Cara pelaporan menurut
International Union AgainstTuberculosis (IUAT)
Jumlah Basil    Hal yang dilaporkan
(-) / 100 LP    0 = negative
1 -9  BTA / 100 LP    1 – 9 BTA / 100 LP
10 – 99 BTA / LP    1 + (+)
1 – 10 BTA / LP     2 + (++)
>10 BTA / LP    3 + (+++)

Tabel 2.1.
Cara pelaporan yang direkomendasikan oleh International Union Against Tuberculosis (UIAT).  (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003)

Diagnosis TB paw pada orang dewasa dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA pada pemenksaan dahak secara mikroskopis. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila setidaknya dua dan tiga spesimen SPS BTA hasilnya positif. Bila hanya satu spesimen yang positif pemeriksaan dahak SPS diulang (Depkes RI, 2002).

2.    Pembiakan atau kultur
Diagnosis pasti TB melalui kultur atau biakan dahak. Namun, pemeriksaan kultur memerlikan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal (Depkes RI, 2002).
Untuk bahan pemeriksaan yang dicurigai terkontaminasi oleh bakteri lain, sebelum dilakukan pembiakan bahan pemeriksaan tersebut harus dilakukan metode konsentrasi terlebih dahulu. Untuk bahan pemeriksaan yang diperikirakan tidak terkontaminasi oleh bakteri lain seperti cairan serebrospinalis atau cairan pleura dapat langsung dilnokulasi pada media pembenihan yang biasa untuk isolasi. Selanjutnya sediaan tersebut diinkubasi selama 3-8 minggu.
3.    Tes kulit / Tes Tuberkulin
Sering kali merupakan cara yang kurang dapat diandalkan dalam penegakan diagnosis di Negara-negara miskin. Oleh karena gizi buruk, penyakit-penyakit lain seperti infeksi HIV, atau tuberculosisyang sangat parah dapat menghasllkan tes yang lemah atau negative meskipun pasien (dewasa atau anak) berpenyakit tuberculosisaktif. Hasil tes pada seorang anak dapat berupa positif lemah karena BCG (John Crofton dkk,2002).
4.    Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks posterior-anterior (PA). Pemeriksaan lain atas indiksi: foto lateral, totp-lordotik, oblik, CT Scan (Perhimpunan Dokter Paru lndonesia,2006).
5.    Pemeriksaan Histopatologis
Pemeriksaan histopatologis dilakukan untuk membantu menegakan diagnosis TB. Bahan jaringan yang dapat diperoleh melalui biopsy atau otopsi, yaitu :
a.    Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGH).
b.    Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum ambran, Cope dan Veen Silverman).
c.    Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan Bronkopkopi, trans thoracal needle aspiration (TTNA), biopsi paru terbuka.
d.    Biopsi atau aspirasi pada lesi organ di luar paru yang dicurigaiTB.
e.    Otopsi. (Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawijaya, 2003).
6.    Inokulasi Pada Hewan Coba
Sebagian darihasil homogenisasi yang telah dinetralisasi disuntikan subkutis pada hewan marmot pada lipat paha dan setiap minggu diperiksa ada tidaknya pembesaran kelenjar lipat paha. Apabila teraba kelenjar sebesar biji jagung, maka dilakukan otopsi dan diperiksa makroskopik dan mikroskopik kelenjar limfa, hati, paru-paru dan lain-lain. Apabila marmot mati dalam waktu 10 hari dan pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik tidak menunjukkan hasil positif maka kelenjar lipat paha dan limfa digerus secara aseptik, dibuat suspense lalu disuntik ulang pada marmot lain.
Apabila hasil negatif setengah 2 - 3 bulan, maka dilakukan otopsi dan diperiksa makroskopik dan mikroskopik kelenjar-kelenjar di organ. Apabila hasil negatif, maka percobaan hewan adalah negatif (Stap Pengajar FKUI, 1994).
7.    Pemeriksaan Khusus
Salah satu hambatan yang sering terjadi dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan bakteri tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi bakteri tuberkulosis secara lebih cepat. Antara lain sebagai berikut:
a.    Polymerase chaim reaction (PCR)
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M. Tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar international.
Apabila hasilpemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang ke arah diagnosis TB, maka hasiltersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosisTB.
Pada pemeriksaan deteksi M. Tuberculosis tersebut di atas, bahan spesimen pemeriksaan dapat berasal dan paru maupun ekstrak paru sesuai dengan organ yang terlibat.




b.    Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi dengan berbagai metode antara lain :
1)    Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lain adalah kemungkinan antibody menetap dalam waktu yang cukup lama.
2)    ICT
Uji lmmunochromatographic Tuberculosis (ICT Tuberkulosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi antibodi M.tuberkulosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji diagnostic TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membrane sitoplasma M. tuberculosis, diantaranya antigen M. tuberculosis 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan    dalam bentuk 4 garis melintang pada membrane immunokromatografik (2 antigen diantaranya di gabung dalam  1 garis) disamping garis control. Serum yang diperiksa sebanyak 30 l diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mangandung antibodi lgG terhadap M. tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis control danminimal satu dan empat garis antigen pada membran
3)    Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial didalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan kedalam serum pasien, dan bila didalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
4)    Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam meninterprestasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati-hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.
5)    Uji serologi yang baru / lgG TB
Uji lgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibodi lgG dengan antigen spesifik untuk mycobacterium tuberculosis. Uji lgG berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dankombinasi lainnya akan memberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode immunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendeignosis TB ekstra paru, tetapi tidak cukup baik untuk diagnosis TB pada anak.

E.    Tinjauan Umum tentang Fiksasi
Fiksasi adalah suatu cara atau tekhnik pemanasan yang dilakukan terhadap preparat sputum BTA sebelum dilakukan pewarnaan Ziehl Neelsen. Yaitu dengan cara preparat dilewatkan 2-3 kali selama 2-3 detik diatas nyala api lampu spritus atau nyala api Bunsen dengan tujuan untuk melekatkan preparat dengan baik,mematikan sel-sel bakteri dengan cepat, mengawetkan preparat dan mempermudah pengecatan.(TB Microskopy Fujiki Akiko,april 1998).

F.Tinjauan Umum Pewarnaan Ziehl Neelsen
Mikroorganisme sulit di lihat dengan mikroskop cahaya karena tidak mengabsorbsi ataupun membiaskan cahaya. Alasan inilah yang menyebabkan zat warna yang digunakan untuk mewarnai mikroorganisme atau latar belakangnya ( Lay BW, 1994 ).
Prewarnaan tahan asam mula-mula dikembangkan oleh Paul Enrlinch pada tahun 1982 ketika meneliti Mycobacterium Tuberculosis ( Hadioetomo,1885 ). Sebagai cat utama analin oil metal violet, pelunturnya HCL, dan cat lawannya bismarch brown Y. Kemudian Ziehl ( 1882 ) menggantikan analin dengan fenol, dan Neelsen (1883) menggunakan carbol fuchsin sebagai pengganti analin dengan H2SO4 sebagai pengganti HCL. Dalam perkembangan selanjutnya, sebagai peluntur zat adalah alkohol asam dan sebagai zat lawan adalah biru metilen. Selanjutnya pewarnaan ini disebut juga pewarnaan Ziehl Neelsen (Depkes RI,1989). Pewarnaan ini tergolong pewarnaan deferensial yang memilahkan bakteri menjadi kelompok tahan asam (Lay BW,1994). Saat ini tedapat beberapa metode pewarnaan tahan asam yang tersedia dilaboratorium klinik. Semua didasarkan atas prinsip yang sama dengan perbedaan-perbedaan yang penting dalam rincian protocol pewanaannya. Secara umum semua metode memerlukan pembuatan apusan yang tipis, pegeringan diudara dan fiksasi yang panas. Apusan dialiri oleh zat warna primer penetratif, di lunturkan dengansuatu reagen yang mengandung asam mineral kuat dan diberi warna tandingan dengan zat warna kedua. Ada berbagai metode pewarnaan tahan asam dengan tekhnik yang berbeda yaitu: Pewarnaan  Ziehl Neelsen, Kinyoun Gabbet dan Fluorokrum (Sacher.RSA,dkk 2004).
Pewarnaan Ziehl Neelsen atau pewarnaan tahan asam dibagi menjadi dua kelompok yaitu: Mycobacterium dan Nocardia dari bakteri lainnya. Pada 2 kelompok tersebut terdapat bakteri yang bersifat pathogen, yaitu Mycobacterium Tuberculosis, Mycobacterium Leprae dan Nocardia asteroids. Mycobacterium Tuberculosis dan Nocardia, keduanya menyerang paru-paru, sedangkan Mycobactrium Leprae menyebabkan Lepra. Kelompok bakteri ini disebut bakteri tahan asam karena dapat mempertahankan zat warna primer  (Carbol Fuchsin) sewaktu dicuci dengan lareutan peluntur. Larutan peluntur pada pewarnaan ini mengandung asam  dan alkohol. Bakteri tahan asam terlihat berwarna merah. Sebaliknya bakteri yang tidak tahan asam, larutan peluntur akan melarutkan Carbol Fuchsin de4ngan capat sehingga sel bakteri tidak berwarna. Setelah penambahan zat warna kedua, bakteri tidak tahan asam berwarna biru.

G. Kerangka konseptual
Dalam penelitian ini, spesimen sputum pada penderita Tuberkulosis paru diambil kemudian dibuat preparat dan di fiksasi diatas nyala api lampu spiritus dengan lama waktu yang berbeda beda kemudian di warna dengan pewarnaan Ziehl Neelsen dan diperiksa secara mikroskopik dan dibandingkan hasilnya.












Gambar 2.2
Skema Kerangka Konsepttual




BAB Ill
METODE PENELITIAN

A.    Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimen semu yaitu melakukan perbandingan hasil pemeriksaan mikroskopis basil tahan asam dengan menggunakan preparat sputum BTAdengan lama waktu fiksasi yang berbeda dengan metode ZN.

B.    Desain Penelitian





   








C.    Populasi dan Sampel
1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah Sputum BTA Positif.
2.    Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah Preparat sputum BTA Positif yang telah difiksasi dengan Variasi waktu yang berbeda sebanyak 20 sampel.

D.    Variabel Penelitian
1.    Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitianini yaitu, sputum BTA Positif.
2.    Variabel Terikat
Variabel terikat yang digunakan yaitu hasil pemeriksaan Preparat Sputum BTA Positif dengan menggunakan Prepat sputum BTA Positif dengan Lama waktu Fiksasi yang berbeda-beda.

E.    Definisi Operasional
1.    Basil Tahan Asam adalah kuman berbentuk batang dan berwarna merah yang tidak mudah diwarnai tetapi jika diwarnai tahan dekulorisasi oleh asam atau alkohol.
2.    Tuberculosis paruh adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi kuman Mycobacterium Tuberculosis yang bersifat sistemik, yang dapat bermanifestasi pada hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.
3.    Pasien penderita TB paru adalah setiap orang yang dinyatakan menderita TB setelah dilakukan pemeriksaan pada sputum secara mikroskopis.
4.    Preparat sputum adalah sampel sputum yang dibuat suspensi  tipis dan rata pada obyek glass yang berbentuk oval dengan ukuran lebar 2cm dan panjang 3cm.
5.    Fiksasi adalah proses pemanasan preparat sputum BTA  diatas nyala api lampu spiritus sebanyak 2-3 kali sebelum dilakukan pewarnaan ZN.

F.    Lokasi dan Waktu Penelitian
1.    Lokasi Penelitian
Penelitian ini direncanakan di Puskesmas Minasatene Kabupaten Pangkep.
2.    Waktu Penelitian
Waktu penelitian direncanakan pada bula September 2013

G.    Prosedur Penelitian
1.    Pra Analitik
a.    Persiapan pasien
Pasien diberi penjelasan tentang cara batuk yang benar untuk mendapatkan sptum/dahak yang kental dan purulen

b.    Persiapan sampel
Sampel berupa sputum ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor.
c.    Kriteria dahak yang baik
Dahak yang baik untuk pemeriksaan adakah dahal yang kental biasanya berwarna kuning (purulen), kuning kehijau-hijauan (muko purulen) atu dahak bercampur darah yang volume 3-5 ml.
d.    Prinsip
Dengan pewarnaan ZieIhl Neelsen pori-pori lipid pada bakteri akan melebur sehingga zat warna dapat masuk kedalam tubuh kuman. Bila preparat dingin zat warna tidak dapat terlepas kembali walaupun dipengaruhi oleh asam sehingga kuman yang tidak tahan asam akan mengambil zat warna kedua pada pewarnaan kedua. Basil tahan asam berwarna merah dan non basil tahan asam berwarna biru. (Segara Husada Mandiri PT, 2008).
2.    Analitik
a.    Alat
Mikroskop, rak pewarnaan, slide/objek glass, lampu spritus, sengklit/ose/timer, pinset, pipet, lidi, pot tempat sputum,Korek api,Slide Box.


b.    Bahan:
Dahak (sputum), carbol fuchsin 0,3%, HCI Alkohol 3%, Methylene Blue 0,3%, Aquadest, dan Oil imersi.
c.    Cara kerja
1)    Pembuatan sediaan apusan langsung.
Pot dahak dan kaca yang beridentitas sama dengan pot dahak diambil. Pot dahak dibuka dengan hati-hati untuk menghindari percikan dahak. Sediaan apus dahak dibuat dengan ose atau sengklit, dengan urutan : ose dipanaskan di atas nyala api Bunsen sampai merah dan dibiarkan sampai dingin, untuk sterilisasi. Dahak dioleskan secara merata dengan bentuk oval pada permukaan kaca sediaan dengan ukuran 2 x 3 cm.
Sediaan yang sudah kering diambil dengan pinset pada sisi yang berlabel dengan sediaan dahak menghadap ke atas. Kemudian sediaan tersebut difiksasi dengan cara dilewatkan diatas nyala api sebanyak 2- 3 kali.
2)    Pewarnaan sediaan apusan menggunakan metode Ziehi Neelsen
Proses pewarnaan:
Sediaan dahak yang telah difiksasi diletakkan diatas rak pewarnaan dengan sediaan menghadap ke atas kemudian diteteskan larutan karbol fuchsin 0,3 % sampai seluruh sediaan tertutup larutan tersebut. Sediaan dipanaskan dengan nyala api sampai  keluar uap hal ini  dilakukan 3 kali dalam waktu 5 menit, zat warna tidak boleh mendidih atau kering, apabila mendidih atau kering maka carbol fuchsin akan terbentuk kristal (partikel kecil) yang dapat terlihat seperti kuman TB, kemudian didiamkan selama 5 menit, setelah pemanasan dihentikan. Sediaan dibilasdengan air mengalir pelan kemudian dituangi dengan asam alkohol (HCI alkohol 3%) sampai warna merah fuchsin hilang. Bilas dengan air mengalir pelan lalu sediaan dituangi dengan methilen blue 0,3% sampai seluruh permukaan sediaan tertutup, kemudian didiamkan selama 10 sampai 20 detik lalu bilas dengan air mengalir pelan. Sediaan dikeringkan di udara terbuka, tidak boleh dipanaskan dengan matahari Iangsung.(Burhan B, 2011)
3.    Pasca Analitik
a.    Membaca dan melaporkan hasil pemeriksaan
Sediaan yang telah diwarnai dibaca dengan menggunakan mikroskop dengan lensa okuler 10 x dan objektif 100 x sediaan diperiksa paling sedikit 100 lapangan pandang.Pemeriksaan dimulai dari ujung kiri dan digeser terus secara horizontal ke kanan kemudian digeser kebawah, selanjutnya kembali ke kiri.
Sediaan yang telah diperiksa, direndam dalam xilol selama 15 menit kemudian disimpan dalam kotak sediaan. Bila menggunakan anisol sediaan dahak tidak perlu direndam dalam xilol.
b.    Pembacaan hasil pemeriksaan
Efektif             :         Apabila kuman BTA berwarna merah kontras, latar belakang berwarna biru, jumlah kuman cukup, morfologi kuman tidak rusak dan bentuk fisik preparat tidak rusak.
Tidak Efektif    : Apabila warna merah kuman BTA tidak kontras, warna latar balakang biru muda, jumlah kuman BTA berkurang, morfologi kuman BTA rusak bentuk fisik preparat kurang baik.

H.     Analisa Data
Pada penelitian ini hasil pemeriksaan sediaan dahak akan dilakukan pengamatan terhadap perbedaan hasil pembacaan dari tiap-tiap sediaan.





                                   DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Ty, Erna Iuthni, 2002, Buku Petunjuk Teknik Pemeriksaan Laboratorium Tuberkulosis, edisi II, LaboratoriumMikrobiologi RS. Persahabatan, Jakarta.

Anonim, 2009, Koran Fajar, TB Membunuh 2 Juta Orang Per Tahun, Makassar.

Ant, Ima. selasa 25 maret 2008, Makassar Memiliki Penderita TB Terbanyak Di Sulawesi Selatan, www.compas.com

Bngkasi burhan, 2011, Penuntun Praktikum Bakteriologi

Departemen kesehatan RI, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Jakarta.

Departemen kesehatan RI, 2006, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, DIT JEN PPM DAN PLP Cetakan 10, Jakarta.

Gani A. 2003, Metode Bakteriologi Diagnostik, Balai Laboratorium Makassar.

Idris, F, 2002.Model Publik Privatemixed Dalam Penanggulangan Tuberkuosis Di Kabupaten Kota di Indonesia. J kesehatan Masyarakat UI.

Masriadi, 2012, Model Sistem Surveilans TB Paru Kepulawan, Pustaka Timur, Yogyakarta.

Messawati. ED, 175000 Orang Meninggal Setiap Tahun Akibat TB.www.compas.com diakses pada han senin 1 april 2013.

Misnadiarly, 2006, Tuberkulosis Dan Mikobakterium Atipik, DianRakyat, Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialispenyakit Dalam Indonesia, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga, Balai PenerbitFKUI, Jakarta.

PUSTEKOM, 2005, TB (tuberkulosis)

Ridwan MBA. Dasar-Dasar Statistika. 2003. Alfabeta. Bandung.

Syahururachman, dkk. Mikrobiologi Kedokteran, Eclisi Revisi, Binarupa,Aksara, Jakarta, 1994.

Tim Mikrobiologi FK Universitas Brawujaya, 2003, Bakteriologi Medik,bayumedia publishing, Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar